KETIKA RAKYAT SUDAH TIDAK PERCAYA DENGAN PEJABAT ? MAU DI BAWA KEMANA NEGARA INI BRO ?
| Wadul Ke Kapolres Warga Jatirejo Dan Gondang |
UNCLEOWOB.COM – Warga
6 desa di dua Kecamatan Kabupaten Mojokerto, mendatangi kantor Markas Polisi Resort
(Mapolres) Mojokerto yang berada di Mojosari Mojokerto Jatim. Mereka mengadu
terkait penambangan batu ilegal yang berkedok normalisasi.
Warga juga melaporkan
Bupati Mustofa Kamal Pasa terkait dugaan ikut serta mencuri aset negara.
Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jatirejo-Gondang
Menggugat (AMJGM) merupakan warga Desa Sumberagung, Baureno, dan Sumberjati
Kecamatan Jatirejo, serta warga Desa Tawar dan Karangkuten, Kecamatan Gondang.
Warga yang sedianya
berunjuk rasa di markas Polres Mojokerto, langsung digiring masuk puluhan
polisi yang berjaga di pintu gerbang.
Aksi berhasil diredam
menjadi audiensi di gedung aula Sabhara Polres
Mojokerto. Di dalam aula, warga membentangkan poster-poster berisi tuntutan.
Kendati digeruduk puluhan warga, Kapolres Mojokerto AKBP Rachmad Iswan Nusi tak
menampakkan diri. Terlihat Kasat Reskrim, Kabag Ops dan Kabag Ren yang
berdialog dengan massa.
"Kami menuntut
tindakan hukum atas pencurian harta negara berkedok normalisasi sungai, proyek
tanpa anggaran Pemkab Mojokerto," kata Koordinator Aksi, Samsul Bahri
kepada wartawan di lokasi.
Pada kesempatan ini,
lanjut Samsul, warga juga menyerahkan surat laporan ke Polres Mojokerto terkait
dugaan pencurian bebatuan Sungai Landaian dan Jurang Cetot yang masuk wilayah
Jatirejo dan Gondang. Berbagai bukti mereka serahkan ke polisi. Salah satunya
berupa rekaman video pengerukan batu yang dikirim ke PT Musika, perusahaan
pemecah batu milik keluarga Bupati Mustofa.
"Yang kami
laporkan mulai dari Bupati, Kepala Dinas PU Pengairan yang lama, Camat
Jatirejo, Kepala UPTD DPU Pengairan Jatirejo, dan pelaksana normalisasi Faizal
Arif. Batu dikirim ke PT Musika pabrik keluarga bupati, itu juga menjadi
pertanyaan, penadah barang curian harta negara," ungkapnya.
Warga terdampak
normalisasi sungai, kata Samsul, menyesalkan sikap polisi yang terkesan tutup
mata terhadap kasus pengerukan batu berkedok normalisasi. Pasalnya, setelah
dihentikan paksa warga pada Senin (31/1), tak kunjung ada tindakan dari polisi
terhadap pelaku pengerukan batu. Sebanyak 7 alat berat yang diusir warga masih
dibiarkan di lokasi semula.
"Harapan warga
agar segera ditindak, maling negara masa’ tidak ditindak. Besok begonya harus
disita. Kalau tidak, berarti polisi tebang pilih. Kami minta ada tindakan dalam
waktu satu-dua hari," tegasnya.
Massa bersikukuh
menyerahkan berkas laporan ke orang nomor satu di Polres Mojokerto itu.
Perwakilan warga pun nekat menemui kapolres yang sedang ada kegiatan di markas
Batalyon 503.
Selain melapor ke
Polres Mojokerto, tambah Samsul, warga juga telah melaporkan kasus ini ke Mabes
Polri, Mabes TNI, KPK, dan Kementerian PUPR.
| Rakyat Terdampak Penambangan Batu Ilegal Mencari Keadilan |
"Soal bekingan
sudah kami laporkan ke Panglima TNI, kami ke Jakarta langsung. Polisi maupun
TNI menakut-nakuti warga kan sama dengan membekingi," ujarnya.
Sementara Kapolres
Mojokerto AKBP Rachmad Iswan Nusi mengatakan, pihaknya akan mengkaji laporan
warga. Dia menampik tudingan bahwa anggotanya membekingi proyek penggalian batu
berkedok normalisasi.
"Siapa yang
ngomong, tidak ada (oknum menjadi beking), buktikan dulu siapa orangnya kalau
ada," cetusnya.
Kasat Reskrim Polres
Mojokerto, AKP Budi Santoso menambahkan, pihaknya akan mengklarifikasi
persoalan ini ke Pemkab Mojokerto setelah mengkaji materi laporan warga.
Disinggung adanya nama bupati yang turut dilaporkan warga, dia enggan
menanggapi.
"Apakah laporan
ini memenuhi unsur ilegal mining (pertambangan ilegal) dengan landasan
yuridisnya, nah ini masih kami pelajari," tandasnya.
Proyek normalisasi
dikerjakan Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto dengan pelaksana perorangan,
Faizal Arif, warga Jatirejo. Proyek tanpa anggaran itu berjalan sejak 3 Oktober
2016 dengan sasaran Sungai Landaian dan Sungai Jurangcetot. Proyek ini diprotes
warga lantaran diduga menyerobot tanah warga dan hanya menjadi kedok untuk
mengeruk bebatuan sungai. Puncaknya pada Senin (31/1), warga menghentikan paksa
proyek tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar